“Taat kepada Allah di mana pun berada. Masyarakat adalah teman kami. Allahu Akbar, Allahu Akbar, yes!” Demikian jawaban serentak peserta Leadership for Champions (LC) #1 sesaat setelah Ayung Sunandar, penanggung jawab acara, meneriakkan, “LC #1!”
Ini adalah bentuk yel-yel yang menjadi penyemangat dan ciri khas LC #1 yang sudah disiapkan panitia. Atraksi yel-yel ini terlihat saat pelaksanaan kegiatan apel penyambutan di lapangan kecil yang berada di area Kampung Batik Agrowisata Gunung Mas di kawasan Cisarua Puncak Bogor sebagai pusat pelaksanaan kegiatan LC #1, pada Senin (28/4/2025).
Kegiatan penyambutan juga diisi Ketua RT 1 RW 2 Edi Sukardi, yang mewakili tuan rumah. “Selamat datang anak-anak, manajemen, dan panitia LC #1. Sudah keempat kalinya kegiatan ini berlangsung di sini. Semoga anak-anak selaku peserta dapat mengenal lebih jauh komplek rumah agrowisata dan mendapatkan materi-materi pelatihan,” ungkap Pak Edi, demikian ia disapa, memberikan sambutannya.
Kegiatan LC #1 SDIT Insantama ini berlangsung selama 3 hari, hingga Rabu, 30 April 2025. Kegiatan diikuti oleh 116 siswa kelas IV SDIT Insantama yang terbagi dalam 7 kelompok siswa ikhwan dan 6 kelompok siswa akhwat serta didukung dan didampingi para guru dan staf pegawai.
Para siswa beserta pembimbing anak kelompok (PAK) menginap di rumah penduduk yang tersebar di beberapa RT dan RW yang berbeda. Di RT 1 RW 3 ada 6 rumah, di RT 2 RW 2 terdapat 4 rumah, dan di RT 1 RW 2 terdapat 5 rumah. Sementara itu, panitia menempati 2 rumah warga sebagai basecamp guru ikhwan 1 rumah dan 1 rumah untuk basecamp guru akhwat. Secara umum, ragam kegiatan di LC #1 ini menggunakan lingkungan sekitar Kampung Batik.
Menurut Ketua Panitia LC #1 Marsambas, tujuan kegiatan adalah untuk meningkatkan ketaatan kepada Allah, melatih kepemimpinan dan dipimpin, meningkatkan kepekaan sosial, kesabaran, keberanian, dan kemandirian, serta mampu berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan masyarakat.
Siswa peserta LC #1 juga melakukan keliling kampung yang dibimbing Abah Karta, warga sekitar yang terbiasa menjadi pemandu di acara-acara serupa. Dalam perjalanannya, peserta LC #1 dijelaskan terkait beberapa jenis tanaman hias dan juga tanaman yang mampu menahan laju longsor seperti pakis besar dan bambu. Peternakan lebah menjadi destinasi berikutnya yang memberikan daya tarik tersendiri bagi peserta LC #1.
Abah Karta ternyata sangat menguasai dunia lebah madu. Pasalnya, Abah Karta sering mengikuti pelatihan peternakan lebah yang diselenggarakan Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perhutani).
Menurutnya, lebah terbagi menjadi tiga yang didasarkan atas perannya masing-masing dalam koloninya. Ada lebah ratu yang akan menghasilkan telur sejumlah 500 setiap pekannya setelah dibuahi oleh lebah pejantan yang bertugas mengawal dan mengamankan ratu. Satu jenis lebah berikutnya adalah lebah pekerja yang bertugas mencari nektar dari bunga-bunga yang tumbuh di sekitar lokasi.
Peternakan lebah menjadi bagian dari ragam kegiatan ekonomi yang dikembangkan oleh warga sekitar. Ini terlihat dari beberapa warga yang di depan rumahnya terdapat beberapa apiari atau ladang lebah dalam bentuk stup atau kotak yang dirancang khusus yang di dalamnya menjadi tempat untuk terkumpulnya madu.
Kegiatan hari pertama ini juga diisi dengan pemberian santunan dari infak para siswa kelas IV SDIT Insantama. Total dana yang terkumpul sebesar Rp 5.440.000,00 dan diberikan kepada 26 anak yatim yang ada di Kampung Batik lokasi LC #1. Sebagian dana juga diberikan kepada masjid tempat peserta LC #1 melaksanakan shalat berjamaah, untuk membantu operasional harian masjid. Kegiatan ini merupakan bagian dari meningkatkan kepekaan dan jiwa sosial para siswa.
Selain itu, siswa juga diperkenalkan dengan permainan tradisional berupa pletokan dan baling-baling bambu. Pletokan terbuat dari jenis bambu dengan diameter yang kecil dibuat serupa senapan yang dimainkan dengan peluru dari kertas basah yang digunakan untuk menembak. Sedangkan baling-baling bambu, terbuat dari pelepah bambu yang didesain khusus menyerupai baling-baling pesawat yang cara memainkannya dengan cara dibawa lari sehingga memungkinkan ada angin yang memutar baling-baling. Semua siswa merasa excited (antusias) mencoba jenis permainan yang sudah disiapkan panitia.
Menurut Pak Ayung, sapaan Ayung Sunandar, kegiatan ini dilakukan untuk memahamkan siswa terkait pemanfaatan sumber daya alam yang ada untuk menunjang kegiatan ekonomi masyarakat dan juga ingin mengenalkan permainan tradisional yang sudah lama hilang dari dunia anak-anak zaman sekarang karena gempuran gim-gim di gadget mereka.[] Nono Hartono